G A N J I L (bag. 2)



Sudah sebulan sejak mas Radith menyampaikan niatnya ke ayah untuk melamarku, ayah terlihat sedih. Jika kutanya kenapa, maka beliau hanya menjawab dengan senyum dan mata yang sendu lalu berkata “tidak apa-apa sayang”.

Ayah tidak pernah pintar berbohong. Itu karena beliau orang yang baik, sosok ayah yang sempurna. Ayah tidak bisa berkata tidak, jika ada pasien yang datang padanya dan meminta bantuannya meski ayah sedang lelah. Ayah selalu menjagaku, ayah akan berusaha memenuhi janjinya mengajakku berjalan-jalan disore hari saat ayah pulang dari Rumah Sakit meski ayah lelah, jika tak terpenuhi olehnya maka wajahnya akan terlihat bersedih dan merasa bersalah, ayah selalu ada setiap kali aku memiliki masalah, bahkan ayah tau sudah berapa kali aku menolak lamaran mas Radith, bukan aku membeci pria baik itu, tapi aku merasa belum melakukan hal baik untuk Ayah dan Bunda, aku ingin membahagiakan mereka terlebih dahulu.  

Teman-teman kuliahku dulu selalu merasa iri dengan bagaimana hangatnya hubungan ku dengan ayah. bahkan mereka betah berlama-lama dirumah jika ayah ada, atau mereka akan memenuhi meja makan yang ditempati ayah saat makan siang di kantin Rumah Sakit. 

“asyik banget bokap lu Her, kita tukaran bokap yok”. Ajak Sita saat kami masih di semester awal kuliah dulu.

“enak aja lu Sit, emangnya baju bisa ditukar-tukar” tolak ku.

“Hera..” panggil bunda sambil menepuk bahuku.

“kenapa melamun sayang? Kamu rindu sama calon husband mu ya?” Tanya bunda padaku.

What do you say bun, oh no…don’t tease me please.” Pintaku

so.. kenapa bunda panggil dari tadi kamu tidak menjawab? You dreamy huh? Bunda menggoda lagi.

no bun, big no. Her hanya sedang memperhatikan ayah, ayah terlihat sedih dan tampak murung sejak terakhir mas Radith mengajak ayah bicara serius tentang lamarannya. Apa bunda tidak memperhatikan perubahan pada sikap ayah? Tanyaku pada bunda.

“iya bunda tau itu sayang. Ayah hanya sedang mempersiapkan diri saja, jika ayah sudah siap maka ayah akan menyampaikannya pada Hera”. Jelas bunda singkat.

“mempersiapkan apa bun? Pernikahan? Baru juga sepekan kemarin Mas Radith datang, kok udah mau secepatnya ayah buat acara pernikahan. Her kan mau selesaikan dulu OSCE Hera bunda trus Mas Radith juga bukan maunya dalam waktu cepat”. Jelas ku pada bunda.

“Hadeh bagaimana bisa Radith itu ya? Kesambet apa ya dia? kok bisa yakin mau jadikan kamu istrinya. Radith itu mau bunda kasi tau nanti, kalau kalian sudah nikah, dia harus punya persiapan headset yang banyak. Karna kalau sudah nona Hera bicara, mulutnya itu ribut kayak knalpot motor Racing.

“Haaa..aaah bunda jangan gitu. Ini kita lagi ngomongin ayah kok malah Her terus yang digoda. Nyesel Her ngizinkan mas Radith bicara sama ayah kalau kayak gini, harusnya Her tolak saja lagi dia” cemberut ku pada bunda yang disambutnya dengan tawa.

“wuiiiih yang benar mau nolak dia. Dokter Muda Ahli Jantung yang ganteng kayak Hitrik…hiter..eh Hit apa ya Her?” bunda mencoba mengingat salah satu artis India.

“Hitler…” jawabku sekenanya.

“eh amit-amit Her. Kok jadi Hitler sih” protes bunda

“Trus Hit apa? Hit semprot nyamuk?” aku senang menggoda bunda, ekspresi wajahnya lucu sekali kalau sedang di kerjai begini.

“eeeh kamu ini. Bukan itu. Hitrik Rosem” tebaknya lagi

“Hrithik Roshan bunda… bukan hitrik PROsem” godaku lagi.

“Nah itu dia…bunda tau, bunda Cuma mau ngetes kamu saja”, dalih bunda lagi yang kusambut dengan “Huuu….bunda, Big Huuu…” seperti biasa bunda akan menarik bibir ku jika aku berkata Huuu.

Kemudian aku memeluk bunda dengan erat, dan bunda membalas pelukanku lebih erat. Rasanya tak ingin kulepas pelukan hangat ini, “Ya Allah, berikan selalu kesehatan pada Ayah dan Bundaku, aku menyayangi mereka” bisikku dalam hati, tak terasa air mata ku mengembang.

Sudah sebulan berlalu, ayah sudah tak lagi terlihat muram, tapi mungkin itu karena kesibukannya dirumah sakit. Ibu juga kadang lembur di kliniknya jika ada pasien yang akan melahirkan. Dan aku… jangan tanya kesibukan ku, aku pasti stress jika tidak pernah dan terbiasa membantu ayah dan bunda dalam melayani pasien-pasien mereka. Meski bukan di bidang profesi yang sama dengan beliau berdua tapi judulnya tetap sama kami adalah pelayan medis. Aku sempat ngambek saat ayah melarangku mengikuti profesi pilihannya, menurut ayah jika ingin mengembangkan dan melengkapi tenaga medis pada klinik bersalin yang sudah dibangun ayah dan bunda jadi mengikuti saran ayah aku harusnya mengambil Ilmu Kesehatan Anak, tidak mengapalah pikirku pada saat diawal pendidikan, yang penting masih ada sangkut nya “kesehatan Anak”.

Entah mengapa aku begitu kagum dengan ayah dan bunda, dimataku beliau berdua adalah The Real Hero. Tak pernah ada kata lelah jika mendengar pasiennya dalam keadaan gawat darurat. Aku bahkan bercita-cita harus bisa menjadi bagian tim Super Hero ini. Dan kini kesempatan itu semakin dekat, sekarang dalam hitungan hari saja lagi, aku hampir menyelesaikan masa kepaniteraan klinik ku, next… Pofession final exam. Ya Allah bantu lah hambamu ini, tolong mudahkan jalanku untuk membahagiakan ayah dan bunda ya Allah” doa ku.

 

Bersambung...

 


Comments

Popular posts from this blog

G A N J I L

G A N J I L (bag.4)

Padang dua Belas, Kota Megan yang Ghaib (bag.2)