G A N J I L
Hujan seperti tak mau berbaik hati dan mengizinkan Tama dan sepeda ontel tuanya melewati jalan setapak yang licin itu dengan mudah, ia bahkan tergelincir beberapa kali ketika jalan menurun. Sepasang suami istri yang mengiringi dibelakangnya juga berjuang untuk tetap seimbang diatas sepeda tua mereka ketika melewati jalan tak rata yang tergenang air. Sudah dua jam berlalu, jalan arah pulang ini terasa lebih panjang dari saat ia pergi.
Cahaya redup pada gubuk
berukuran empat kali enam meter itu masih bertahan menyala, menemani rintihan
menahan sakit dari kontraksi-kontraksi yang semakin lama semakin sering terasa,
rasa sakit yang meremas-remas perut besar wanita muda itu, seorang pria tua
disamping dipan menggenggam tangannya, berusaha memberi kekuatan, seperti menyalurkan energy yang ia sendiri bahkan sangat lemah karna
usia yang memasuki senja. agar putri semata wayangnya bertahan hingga datang
bantuan untuknya bersalin. Sabar Yang, sabar nak. Ingat bukan sekali kau
mengalami ini, Jadi bersabarlah Dayang”. nasehat lembutnya kepada Dayang yang
lelah menahan sakit.
Terdengar suara pintu depan
terbuka. “ayah, aku bawa dukun beranaknya” kata Tama.
“mengapa kau lama nak, ayo
segera bawa mak Canggai ke Istrimu”, ajak ayah mertuanya.
Berempat mereka menemui Dayang
yang terbaring menahan sakit. Tama segera masuk ke kamar menemui Dayang, ia
meraih jari jemari istrinya yang kasar, wanita yang selalu membersamainya dalam
mencari penghidupan, wanita yang tak kenal kata lelah. Disekanya air mata dari rasa
sakit yang mendera istrinya.
“aku minta kalian segera
keluar” perintah mak canggai sang dukun beranak.
“apa tidak bias aku
menemaninya mak?” Tanya Tama.
“tidak, ada suami ku disini,
dia yang akan membantuku” jawab dukun beranak itu dengan tegas, dan segera
mengarahkan mereka kepintu kamar.
Tama dan ayah mertua nya
pasrah, dan mereka mematuhi perintah mak canggai. Sebenarnya hati kecil Tama
sangat berat jika mak canggai yang menemani persalinan Dayang, istrinya. Jika mendengar
cerita orang-orang disekitar kampungnya, dari beberapa orang yang didampingi dukun
beranak ini saat persalinan, selalu ada meninggalkan masalah, rasanya ia ingin
kembali masuk kedalam kamar dan mendampingi Dayang, ia tak mau sesuatu yang tak
di inginkan menimpa istrinya itu, cerita-cerita dan omongan orang-orang dikampungnya
memang mengherankan, bagaimana tidak mak canggai adalah seorang dukun beranak,
tetapi beliau sendiri belum pernah melahirkkan. Entah darimana pengalaman menolong
persalinan dan panggilan dukun beranak itu ia dapatkan. Tama merasa agak menyesal
mengetuk pintu rumah dukun beranak itu, harusnya ia bertahan menerobos hujan
lebih lama agar sampai kerumah bidan Ranima.
Awalnya jika saja cuaca
tidak seburuk seperti saat sekarang, rencananya ia hendak menjemput bidan Ranima
istri dokter Hendra. Walau jaraknya sangat jauh tapi ia yakin bisa mencapainya,
jika cuaca tidak seperti sekarang. Lagi pula dia sudah menyampaikan niatnya
kepada dokter Hendra ketika ia telah menyelesaikan pekerjaannya bertukang
melebarkan dapur rumah dokter yang baik hati itu.
Tama benar-benar tak
menyangka kalau Dayang akan melahirkan secepat ini, yang ia tahu dari hasil
pemeriksaan terakhir istrinya dengan bidan Ranima kurang lebih dua minggu lagi
perkiraannya.
Tiba-tiba terdengar suara
teriakan yang kuat sekali dari dalam kamar, sontak Tama dan ayah mertuanya
terkejut kemudian bergegas masuk ke kamar.
Tama seperti tersihir
melihat pemandangan didalam kamar yang kacau, benar-benar kacau. Di lihatnya kondisi
Dayang yang mengenaskan bersimbah darah
“Dayang bangunlah…bangun…bangun
!!! teriaknya dengan isak tangis yang tak dapat terbendung lagi. Dipeluknya istrinya
yang sudah tak lagi bernyawa, tubuhnya masih hangat. Tangisnya terhenti saat melihat
mak canggai menepuk-nepuk punggung bayi yang berlumuran darah dan hanya terdiam
lemah itu. Seketika suara tangis bayi itu pecah lalu kemudian melemah.
Ayah mertuanya yang sedari
tadi kebingungan dan sedih melihat keadaan, segera mengambil bayi dari tangan
dukun beranak itu dan menutupinya dengan kain. Bayi itu kedinginan. Kemudian mak
canggai rubuh kelantai.
Bersambung…
Menarik. Bau baunya serem nih.
ReplyDeleteiyes mi
DeleteAduh Bubun... Ngeri kalii
ReplyDelete👻👻👻
Delete